Aspek Islam Dalam Bidang Farmasi

Aspek Islam Dalam Bidang Farmasi

Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia didalamnya memuat banyak hal dalam kehidupan ini, mulai dari urusan yang kecil hingga dalam pengaturan suatu negara termasuk didalamnya adalah mengenai ilmu pengobatan dan kefarmasian. Menurut Al Biruni, farmasi merupakan suatu seni untuk mengenali jenis, bentuk dan sifat-sifat fisika dari suatu bahan, serta seni mengetahui bagaimana mengolahnya untuk dijadikan sebagai obat sesuai dengan resep dokter. Kedokteran Islam yang didalamnya termasuk farmasi Islam merupakan ilmu kedokteran dan farmasi yang berdasarkan Islam dan didalam praktiknya tidak bertentangan dengan koridor ajaran Islam. Farmasi Islam diharapkan dapat mengedepankan kemampuan untuk menggali dan menjaga lingkungan, kemampuan untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi farmasi secara optimal, serta memiliki kepekaan terhadap berbagai proses perubahan yang terjadi didalamnya.Tingkat kehalalan dan keharaman dalam dunia farmasi belum terpetakan dengan jelas. Hal ini sangat disayangkan karena Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Oleh karena itu, konsumen obat yang beragama Islam memerlukan suatu perlindungan kehalalan obat yang mereka konsumsi. Dalam hal ini maka keilmuan farmasi memegang peranan penting. Maka obat yang akan dimakan untuk pengobatan harus benar-benar yang baik dan bermanfaat untuk dikonsumsi dalam pengobatan dan dijamin oleh seorang apoteker/ahli farmasis sebagai penjaga jalur distribusi obat. Dalam Al-Qur’an juga diperintahkan untuk memakan makanan yang Halal dan Thoyyib (baik). Beberapa rambu-rambu yang membatasi adalah makanan yang diharamkan yaitu bangkai, babi, darah, khamr, hewan yang mati tidak wajar dan binatang yang disembelih tanpa nama Allah. Meskipun penggunaan produk halal hukumnya wajib bagi setiap muslim, namun para ulama memperbolehkan obat yang haram dalam keadaan darurat. Imam Nawawi menjelaskan bahwa para ulama fiqih pendukung madzhab Syafi’i menegaskan standar darurat ialah timbulnya kekhawatiran akan kematian jika tidak dilakukan. Demikian pula Imam Suyuthi mendefinisikannya sebagai kondisi yang jika tidak dilakukan akan mati atau dekat kematian.

Kenyataan dalam dunia farmasi saat ini terdapat beberapa sediaan farmasi yang dipertanyakan halal dan haramnya, di antaranya:

  1. Sediaan topikal berbahan najis seperti sediaan losio, krim, atau plester. Para ulama sepakat bahwa benda yang haram hukumnya adalah najis ketika digunakan.
  2. Penggunaan bahan dari babi dalam kefarmasian. Sesuai dengan nash Al-Qur’an, pada tahun 1994 komisi Fatwa MUI telah menfatwakan bahwa babi dan komponen-komponennya haram untuk dikonsumsi baik sebagai pangan maupun obat dan kosmetika. Bahan obat dan kosmetik yang berpotensi haram karena umumnya dibuat dari bagian organ babi adalah: kolagen sebagai pelembab dan bahan dasar gelatin yang biasa digunakan dalam pembuatan cangkang kapsul, gelatin, cerebroside; serta beberapa golongan hormon seperti insulin, heparin dan enzim tripsin yang biasa digunakan dalam pembuatan vaksin polio sebagai enzim proteolitik berasal dari pancreas babi. Salah satu tantangan bagi kalangan ilmuwan muslim adalah masalah kemiripan hormon insulin manusia dengan insulin babi sehingga dari sudut pandang medis lebih menguntungkan daripada menggunakan hormon insulin sapi yang tidak mirip insulin manusia.
  3. Penggunaan alkohol dalam kefarmasian. Sebagian ulama mengqiyaskan alkohol dengan khamr dan sama sekali menolak penggunaan alkohol dalam berbagai produk baik obat, kosmetik, maupun antiseptik. Tetapi dengan logika bahwa alkohol tidak selalu dihasilkan dari produksi khamr dan tidak memabukkan, maka Dewan Fatwa MUI menfatwakan bahwa alkohol boleh ada dalam produk akhir dengan kadar tidak lebih dari 1%. Penggunaan alkohol dalam beberapa produk farmasi tidak dapat terhindarkan sehingga perlu kearifan untuk membedakan antara alkohol dan khamr. Bahkan dalam setiap sari buah alami yang diekstrak secara sederhana tanpa proses fermentasi tetap terkandung alkohol dalam jumlah rendah. Kandungan alkohol secara alami ada dalam mayoritas produk pangan misalnya roti yang dibuat dengan bantuan yeast (gist/ragi) biasanya mengandung alkohol antara 0,3-0,4%. Asam cuka yang biasa digunakan dimasyarakat juga mengandung alkohol kurang dari 1%.
  4. Bahan memabukkan lainnya seperti morfin, opium dan obat psikotropika.
  5. Penggunaan plasenta dan cairan amniotik dalam kefarmasian. Plasenta sebagai kosmetik mengagumkan dalam meningkatkan pembaharuan sel (regenerasi sel). Amniotik liquid terbatas pada penggunaan pelembab, lotion rambut dan perawatan kulit kepala serta sampo.

DAFTAR PUSTAKA

An-Nawawi, 2007, Terjemah Hadits Arba’in: An-Nawawiyah, Cetakan V, Penerjemah: Tim Sholahuddin, Jakarta: Sholahuddin Press.

Departemen Agama RI, 2005, Al Quran dan Terjemahannya, PT. Syamil Cipta Media, Indonesia.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 1996, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 7 tahun 1996 Tentang Pangan, DirJen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan

BIODATA PENULIS

NamaMuvianda Mardarani
NIM
Program StudiD3 Farmasi

BIODATA PENULIS

NamaNurul Khafifah
NIM
Program StudiD3 Farmasi

BIODATA PENULIS

NamaShelly Nur avivah
NIM
Program StudiD3 Farmasi

Related Posts

EnglishIndonesia